BIASAKANLAH HIDUP SEHAT DAN MEMBAGIKANNYA

Kamis, 06 November 2014

Rokok Elektronik - E cigarette

Tembakau merupakan masalah dunia. Merokok tidak hanya merugikan pengguna tetapi juga lingkungan sekitarnya, yang disebut perokok pasif. Studi menunjukkan bahwa asap rokok yang dihembuskan mengandung nikotin 4-6 kali daripada yang dihirup oleh pengguna.
Saat ini WHO sedang memerangi epidemi tembakau dengan berbagai strategi, salah satunya adalah dengan upaya berhenti merokok. Upaya berhenti merokok ini selain melalui teknik konseling juga dilakukan dengan menggunakan terapi pengganti nikotin/Nicotine Replacement Therapy (NRT) seperti permen karet, tablet hisap, sediaan tempel kulit, inhaler dan semprot hidung. Bagaimana dengan elektronik rokok atau e-cigarette? Sebuah rokok elektronik atau e-rokok adalah inhaler berbasis baterai yang memberikan nikotin yang disebut oleh WHO sebagai sistem pengiriman elektronik nikotin.
E-cig merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap sehingga dikenal dengan sebutan Electronic Nicotine Delivery System (ENDS). Electronic cigarette dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya. Larutan nikotin tersebut memiliki komposisi yang berbeda-beda dan secara umum ada 4 jenis campuran. Namun semua jenis campuran mengandung nikotin, propilen glikol.
Pada awalnya rokok elektronik memang dipasarkan sebagai alternatif yang aman pengganti merokok tembakau dengan mekanisme kerja sebagai alat penyemprot dan penguap cairan nikotin dalam cartridge. Cairan nikotin ini hanya mengandung nikotin, propilen glikol, penyedap (untuk mensimulasikan rasa tembakau), dan air, tanpa tar berbahaya dan aditif kimia beracun.
Pada tahun 2009 FDA mensponsori penelitian untuk mengevaluasi rokok elektronik dan menemukan bahwa rokok elektronik masih mengandung nitrosamine tembakau tertentu /Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA) dan Diethylene Glycol (DEG) yang diketahui menjadi racun dan karsinogen.
Sebuah studi penilaian ulang, didanai oleh produsen rokok elektronik, melaporkan bahwa TSNA terdeteksi dalam jumlah yang sangat kecil. Menariknya, TSNA juga terdeteksi di produk NRT lain yang disetujui FDA. Studi terbaru yang membandingkan beberapa rokok elektronik mencatat bahwa beberapa e-cigarette merek tertentu meningkatkan secara signifikan kadar karbon monoksida di dalam plasma dan tingkat denyut jantung pengguna.
Memang E- cig ini pernah digunakan sebagai alat bantu program berhenti merokok dengan cara mengurangi kadar nikotin e-cig secara bertahap.
Walaupun begitu, rokok elektronik ini tentu memiliki bahaya bagi kesehatan yaitu:
  • Adiksi, karena alat ini merupakan cara baru memasukkan nikotin dalam tubuh, dimana seperti telah kita ketahui bersama bahwa nikotin mengakibatkan efek buruk terhadap tubuh yaitu adrenalin meningkat _ tekanan darah meningkat dan juga mengakibatkan ketagihan.
  • Keracunan akut nikotin: adanya kasus kematian anak.
  • Adanya peringatan dari pabrik rokok elektrik yang menyatakan: “Bagi konsumen yang memiliki penyakit paru (misal. asthma, PPOK, bronchitis, pneumonia), uap yang dihasilkan e-cig dapat menimbulkan serangan asthma, sesak napas, dan batuk. Jangan gunakan produk ini jika mengalami keadaan di atas”. Hal ini " menunjukkan bahwa produk ini benar-benar berbahaya , terutama untuk sistem pernapasan.
  • Adanya laporan kasus pribadi dari konsumen yang dirawat karena mengalami penyakit akibat e-cig, misalnya::
    • pneumonia
    • gagal jantung
    • disorientasi
    • kejang
    • hypotensi
    • luka bakar akibat meledaknya e-cig dalam mulut, dll
Yang  lebih menghawatirkan adalah rokok elektrik dianggap/dipersepsikan lebih aman (menawarkan “rasa aman palsu"/"Illusive safety") dibandingkan rokok oleh konsumen karena tidak menghasilkan 'asap' yang merupakan akibat dibakarnya tembakau/rokok. Namun begitu efek terhadap orang lain (second hand smoke) tetap ada mengingat penggunaan rokok elektrik ini menghasilkan emisi partikel halus nikotin dan zat2 berbahaya lain ke udara di ruang tertutup
Selain itu semua cairan nicotin di dalam e-cig mengandung propilen glycol yaitu suatu zat yang dapat menyebabkan iritasi jika dihirup. Biasanya zat ini digunakan untuk pembuatan shampoo, sebagai pengawet makanan dan pelarut obat-obatan.
Riset tentang e-cig ini sudah banyak dilakukan di dunia, namun memang di Indonesia belum ada. Hasil studi yang ada menunjukkan antara lain bahwa e-cig:
  • Memiliki kadar nikotin lebih rendah dari rokok tembakau dan tidak memiliki campuran kimia yang berbahaya seperti tar atau zat toksik lain akibat pembakaran tembakau
  • Mengandung zat berbahaya seperti Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA), Diethylene Glycol (DEG) dan karbon monoksida
  • Meningkatkan kadar plasma nikotin secara signifikan dalam 5 menit penggunaannya selain itu juga meningkatkan kadar plasma karbon monoksida dan frekuensi nadi secara signifikan yang dapat mengganggu kesehatan
  • Memilliki efek akut pada paru seperti pada rokok tembakau yaitu kadar nitrit oksida udara ekshalasi menurun secara signifikan dan tahanan jalan napas meningkat signifikan.
Namun saat ini Food and Drug Association (FDA) dan bahkan Electronic Cigarette Association (ECA) sudah tidak menganjurkan hal ini lagi. Data-data yang tersedia saat ini menunjukkan bahwa rokok elektronik belum terbukti sebagai alternatif yang aman untuk NRT dan masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak kesehatan dari rokok elektronik pada penggunaan jangka panjang.
Sedangkan peredaran e-cig di Indonesia adalah sebagai komoditi perdangangan alat elektronik lainnya, bukan sebagai rokok atau pun obat-obatan, sehingga e-cig ini hanya memiliki izin dari Kementerian Perdagangan dan tidak ada izin edar dari BPOM serta bebas dari cukai.
Beberapa negara telah mulai menyiapkan aturan hukum terkait rokok elektrik ini. UK mulai tahun 2016 akan menganggap rokok elektrik sebagai produk obat karena mengandung nikotin untuk memastikan kualitas dan keamanannya, sementara Brazil, Norway dan Singapore telah mengeluarkan larangan total terhadap rokok elektrik.

sumber: litbang.depkes.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar